Langsung ke konten utama

Saham BRIS: Bank Syariah Terbesar di Indonesia

Saham BRIS merupakan kode saham dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI), bank syariah terbesar di Indonesia yang terbentuk dari penggabungan tiga bank syariah milik BUMN, yaitu Bank BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah, dan Bank BNI Syariah. Saham BRIS mulai diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 1 Februari 2021 dengan harga perdana Rp1.300 per lembar.


Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang apa itu bank syariah, bagaimana proses terciptanya Bank Syariah Indonesia, kapitalisasi saham bank syariah indonesia, target pertumbuhan pasar bank syariah di indonesia, dampak pertumbuhan bank syariah terhadap fundamental dan saham bank syariah indonesia, kondisi harga bank syariah indonesia saat ini dan sikap yang dapat diambil investor.


Apa itu Bank Syariah?

Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip hukum Islam yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk bidang ekonomi dan keuangan. Bank syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan bank konvensional, antara lain:

  • Bank syariah tidak memberlakukan bunga (riba) dalam transaksi keuangan, melainkan menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah), kerjasama (musyarakah), jual beli (murabahah), sewa (ijarah), atau lainnya yang sesuai dengan syariah.
  • Bank syariah tidak melakukan investasi atau pembiayaan yang bertentangan dengan syariah, seperti yang berkaitan dengan judi (maisir), ketidakpastian (gharar), atau barang haram (muharram).
  • Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi dan memberi fatwa tentang kepatuhan bank terhadap syariah.
  • Bank syariah memiliki kewajiban untuk membayar zakat dan berkontribusi dalam program sosial dan kesejahteraan umat.


Bagaimana Proses Terciptanya Bank Syariah Indonesia?

Bank Syariah Indonesia merupakan hasil dari integrasi tiga bank syariah milik BUMN, yaitu Bank BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah, dan Bank BNI Syariah. Proses integrasi ini dimulai sejak tahun 2019, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, skala, dan daya saing bank syariah di Indonesia.


Pada tanggal 26 Oktober 2020, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ketiga bank syariah menyetujui rencana integrasi tersebut. Pada tanggal 1 Februari 2021, integrasi resmi selesai dilakukan dengan terbitnya surat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada hari yang sama, saham BRIS mulai diperdagangkan di BEI dengan harga perdana Rp1.300 per lembar.


Bank Syariah Indonesia memiliki modal dasar sebesar Rp25 triliun, dengan komposisi pemegang saham sebagai berikut:

  • PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sebesar 52,58%
  • PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) sebesar 38,68%
  • PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) sebesar 8,74%


Bank Syariah Indonesia dipimpin oleh Hery Gunardi sebagai Direktur Utama, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri Syariah. Bank Syariah Indonesia memiliki visi untuk menjadi bank syariah terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara, dengan misi untuk memberikan solusi keuangan syariah yang inklusif, berdaya saing, dan berdampak positif bagi masyarakat.


Kapitalisasi Saham Bank Syariah Indonesia

Kapitalisasi saham adalah nilai pasar dari seluruh saham yang beredar dari suatu perusahaan. Kapitalisasi saham dapat dihitung dengan cara mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga saham per lembar.


Bank Syariah Indonesia memiliki jumlah saham yang beredar sebanyak 45.667.877.639 lembar. Pada penutupan pasar Senin (22/1/2024), harga saham BRIS mencapai Rp2.090 per lembar. Dengan demikian, kapitalisasi saham Bank Syariah Indonesia adalah sebesar Rp95,45 triliun.


Kapitalisasi saham Bank Syariah Indonesia menjadikannya bank syariah terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Bank Syariah Indonesia juga masuk dalam daftar 10 bank terbesar di Indonesia berdasarkan kapitalisasi saham, bersaing dengan bank-bank konvensional seperti Bank Central Asia (BCA), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).


Target Pertumbuhan Pasar Bank Syariah di Indonesia

Pasar bank syariah di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus berkembang, seiring dengan meningkatnya kesadaran dan preferensi masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah. Selain itu, pemerintah juga memberikan dukungan dan insentif bagi pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia, seperti dengan menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk, memberikan fasilitas perpajakan, dan mendorong sinergi antara bank syariah dan lembaga keuangan non-bank syariah.


Menurut data OJK, pada akhir November 2020, total aset perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp548,5 triliun, tumbuh 10,6% secara year on year (yoy). Pangsa pasar perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional juga meningkat dari 6,03% pada November 2019 menjadi 6,51% pada November 2020. Sementara itu, total pembiayaan perbankan syariah mencapai Rp368,8 triliun, tumbuh 8,9% yoy, dengan rasio non performing financing (NPF) sebesar 3,2%. Total dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah mencapai Rp433,9 triliun, tumbuh 12,8% yoy.


Bank Syariah Indonesia memiliki target untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia menjadi 15% pada tahun 2025. Untuk mencapai target tersebut, Bank Syariah Indonesia akan fokus pada tiga strategi utama, yaitu:

  • Memperluas jangkauan dan akses layanan keuangan syariah bagi masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang belum terlayani dengan baik oleh bank syariah, seperti di wilayah timur Indonesia.
  • Meningkatkan kualitas produk dan layanan keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, khususnya di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ekonomi kreatif, dan ekonomi syariah.
  • Meningkatkan kapabilitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan berintegritas, serta memanfaatkan teknologi informasi dan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan layanan keuangan syariah.


Dampak Pertumbuhan Bank Syariah Terhadap Fundamental dan Saham Bank Syariah Indonesia

Pertumbuhan bank syariah di Indonesia akan berdampak positif terhadap fundamental dan saham Bank Syariah Indonesia, karena akan meningkatkan kinerja keuangan, reputasi, dan nilai perusahaan. Beberapa dampak yang dapat diharapkan adalah:

  • Meningkatnya pendapatan dan laba Bank Syariah Indonesia, seiring dengan bertambahnya jumlah nasabah, transaksi, dan portofolio pembiayaan dan investasi bank syariah. Hal ini akan meningkatkan rasio return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) Bank Syariah Indonesia, yang merupakan indikator kesehatan dan kinerja keuangan bank.
  • Meningkatnya likuiditas dan solvabilitas Bank Syariah Indonesia, seiring dengan bertambahnya jumlah dana pihak ketiga (DPK) dan modal inti bank syariah. Hal ini akan meningkatkan rasio loan to deposit ratio (LDR) dan capital adequacy ratio (CAR) Bank Syariah Indonesia, yang merupakan indikator kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban dan menanggung risiko.
  • Meningkatnya efisiensi dan produktivitas Bank Syariah Indonesia, seiring dengan adanya sinergi dan integrasi antara tiga bank syariah sebelumnya. Hal ini akan menurunkan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan meningkatkan rasio laba per karyawan (LPE) Bank Syariah Indonesia, yang merupakan indikator efektivitas dan efisiensi operasional bank.
  • Meningkatnya reputasi dan citra Bank Syariah Indonesia, seiring dengan menjadi bank syariah terbesar di Indonesia dan dunia. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan dan loyalitas nasabah, mitra, dan pemangku kepentingan lainnya terhadap Bank Syariah Indonesia, yang merupakan indikator kualitas dan keunggulan layanan bank.


Dampak-dampak positif tersebut akan tercermin dalam harga saham BRIS, yang akan cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan kinerja dan nilai Bank Syariah Indonesia. Selain itu, harga saham BRIS juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti kondisi makroekonomi, sentimen pasar, regulasi, dan persaingan industri.


Kondisi Harga Saham Bank Syariah Indonesia Saat Ini

Saham BRIS merupakan salah satu saham yang paling aktif diperdagangkan di BEI, dengan volume dan frekuensi transaksi yang tinggi. Saham BRIS juga memiliki volatilitas yang cukup tinggi, dengan rentang pergerakan harga yang luas.


Sejak awal tahun 2024, harga saham BRIS mengalami kenaikan yang signifikan, dari Rp1.300 per lembar pada 4 Januari 2024 menjadi Rp2.090 per lembar pada 22 Januari 2024, atau naik sebesar 60,77%. Kenaikan harga saham BRIS didorong oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Kinerja keuangan Bank Syariah Indonesia yang terus meningkat, dengan mencatat laba bersih sebesar Rp3,1 triliun pada kuartal III 2023, tumbuh 42,6% yoy, dan menargetkan laba bersih sebesar Rp4,5 triliun pada akhir tahun 2023.
  • Prospek pertumbuhan pasar bank syariah di Indonesia yang masih besar, dengan potensi nasabah sebesar 225 juta jiwa, atau sekitar 83% dari total populasi Indonesia, yang mayoritas beragama Islam.
  • Dukungan dan insentif dari pemerintah dan regulator terhadap pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia, seperti dengan menerbitkan SBSN atau sukuk sebesar Rp221,8 triliun pada tahun 2023, memberikan fasilitas perpajakan bagi bank syariah, dan mendorong sinergi antara bank syariah dan lembaga keuangan non-bank syariah.
  • Perbaikan kondisi makroekonomi dan sentimen pasar, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan mencapai 5,2% pada tahun 2024, inflasi yang terkendali di bawah 3%, dan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.


Sikap yang dapat diambil investor terhadap saham BRIS tergantung pada profil risiko, tujuan investasi, dan jangka waktu investasi masing-masing investor. Secara umum, ada tiga sikap yang dapat dipilih, yaitu:

  • Beli (buy): Investor yang memiliki profil risiko tinggi, tujuan investasi jangka panjang, dan keyakinan terhadap prospek Bank Syariah Indonesia dapat membeli saham BRIS pada saat harga saham BRIS mengalami koreksi atau penurunan sementara, dengan harapan harga saham BRIS akan kembali naik di masa depan.
  • Jual (sell): Investor yang memiliki profil risiko rendah, tujuan investasi jangka pendek, dan kekhawatiran terhadap faktor-faktor yang dapat menurunkan harga saham BRIS dapat menjual saham BRIS pada saat harga saham BRIS mengalami kenaikan atau apresiasi, dengan harapan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan beli saham BRIS.
  • Tahan (hold): Investor yang memiliki profil risiko moderat, tujuan investasi jangka menengah, dan sikap netral terhadap kondisi Bank Syariah Indonesia dapat menahan saham BRIS pada saat harga saham BRIS stabil atau berfluktuasi dalam kisaran tertentu, dengan harapan mendapatkan dividen atau bagi hasil dari saham BRIS.


Demikian artikel yang saya buat tentang saham BRIS. Akuisisi yang menjadikan Bank Syariah Indonesia menjadikan bank syariah terbesar di Indonesia perlu disertai dengan fundamental yang baik agar dapat menjadi pemimpin bank syariah di Indonesia. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi Anda. Terima kasih.

Komentar