Langsung ke konten utama

Saham Bank Syariah di Indonesia: Peluang dan Tantangan

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu menghindari praktik riba (bunga), gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), dan haram (terlarang). Bank syariah menawarkan produk dan jasa perbankan yang berbasis bagi hasil, kerjasama, dan keadilan, seperti pembiayaan, tabungan, investasi, dan asuransi. Bank syariah juga harus mematuhi ketentuan-ketentuan syariah dalam hal pengelolaan dana, manajemen risiko, tata kelola, dan pengawasan.


Perbedaan Bank Syariah dan Bank Komersial

Bank syariah berbeda dengan bank komersial biasa yang berbasis bunga dan mengandalkan sistem utang-piutang. Bank komersial biasa mengambil keuntungan dari selisih antara bunga yang dikenakan kepada nasabah yang meminjam dan bunga yang dibayarkan kepada nasabah yang menabung. Bank komersial biasa juga tidak terikat dengan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan usahanya.


Bank syariah telah berkembang pesat di negara-negara Islam, seperti Malaysia, Pakistan, Turki, Bahrain, dan Uni Emirat Arab. Menurut data dari Islamic Financial Services Board (IFSB), aset bank syariah global mencapai USD 2,1 triliun pada akhir 2020, meningkat 14% dari tahun sebelumnya. Bank syariah juga telah menjangkau pasar-pasar baru, seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan Afrika Selatan.


Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Di Indonesia, bank syariah mulai berdiri sejak tahun 1991, dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Sejak itu, bank syariah di Indonesia terus bertambah, baik yang berbentuk bank umum syariah, unit usaha syariah, maupun bank perkreditan rakyat syariah. Pada akhir 2020, terdapat 14 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, dan 163 bank perkreditan rakyat syariah yang beroperasi di Indonesia, dengan total aset mencapai Rp 548,5 triliun, atau sekitar 6,4% dari total aset perbankan nasional.


Salah satu langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengembangkan bank syariah adalah dengan melakukan konsolidasi tiga bank syariah milik BUMN, yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah, menjadi satu entitas baru, yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI). Konsolidasi ini bertujuan untuk meningkatkan skala ekonomi, efisiensi, dan daya saing bank syariah di Indonesia. BSI resmi beroperasi sejak 1 Februari 2021, dengan aset sebesar Rp 214,6 triliun, menjadikannya bank syariah terbesar di Indonesia dan ke-8 di dunia.


Saham Bank Syariah di IHSG

Saham bank syariah di Indonesia merupakan salah satu instrumen investasi yang menarik bagi para investor yang ingin mendapatkan keuntungan sekaligus berkontribusi pada perekonomian syariah. Saham bank syariah di Indonesia telah memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), serta dimasukkan ke dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan secara berkala. Saham bank syariah di Indonesia juga termasuk dalam komponen Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), yang merupakan indeks yang mengukur kinerja saham-saham syariah di pasar modal Indonesia.


Saat ini, terdapat empat saham bank syariah yang tercatat di BEI, yaitu:

  • PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), yang merupakan bank syariah berbasis digital yang menawarkan layanan perbankan syariah yang mudah, cepat, dan aman melalui aplikasi Aladin Syariah. BANK melakukan penawaran umum perdana sahamnya (IPO) pada Februari 2021, dengan harga penawaran Rp 100 per saham. Pada 3 Februari 2021, saham BANK ditutup di harga Rp 102 per saham, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 3,1 triliun.
  • PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), yang merupakan bank syariah hasil konsolidasi tiga bank syariah BUMN, yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah. BRIS memiliki visi menjadi bank syariah terkemuka di Indonesia dan Asia, dengan menawarkan solusi keuangan syariah yang inklusif, berkelanjutan, dan berdampak positif bagi masyarakat. Pada 3 Februari 2021, saham BRIS ditutup di harga Rp 1.500 per saham, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 75,8 triliun.
  • PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), yang merupakan bank syariah yang berfokus pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta segmen perempuan dan lansia. BTPS memiliki misi memberdayakan masyarakat Indonesia melalui layanan perbankan syariah yang berbasis teknologi dan berorientasi pada dampak sosial. BTPS melakukan IPO pada November 2018, dengan harga penawaran Rp 325 per saham. Pada 3 Februari 2021, saham BTPS ditutup di harga Rp 1.020 per saham, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 10,2 triliun.
  • PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS), yang merupakan bank syariah yang menawarkan produk dan jasa perbankan syariah yang komprehensif, seperti pembiayaan, tabungan, giro, deposito, kartu kredit, dan asuransi. PNBS memiliki visi menjadi bank syariah pilihan utama masyarakat Indonesia, dengan mengedepankan nilai-nilai kejujuran, profesionalisme, dan kesejahteraan bersama. PNBS melakukan IPO pada Desember 2013, dengan harga penawaran Rp 118 per saham. Pada 3 Februari 2021, saham PNBS ditutup di harga Rp 50 per saham, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 500 miliar.


Dari keempat saham bank syariah di atas, saham BRIS merupakan saham bank syariah terbaik di BEI, berdasarkan beberapa indikator fundamental, seperti:

  • Aset: BRIS memiliki aset terbesar di antara bank syariah lainnya, yaitu Rp 214,6 triliun per Desember 2020, meningkat 83% dari tahun sebelumnya. Aset BRIS juga mencapai 39% dari total aset bank syariah di Indonesia.
  • Pendapatan: BRIS memiliki pendapatan tertinggi di antara bank syariah lainnya, yaitu Rp 13,8 triliun per Desember 2020, meningkat 29% dari tahun sebelumnya. Pendapatan BRIS juga mencapai 46% dari total pendapatan bank syariah di Indonesia.
  • Laba: BRIS memiliki laba bersih terbesar di antara bank syariah lainnya, yaitu Rp 2,5 triliun per Desember 2020, meningkat 78% dari tahun sebelumnya. Laba bersih BRIS juga mencapai 58% dari total laba bersih bank syariah di Indonesia.
  • Rasio: BRIS memiliki rasio-rasio keuangan yang baik di antara bank syariah lainnya, seperti rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23,3%, rasio kredit bermasalah (NPF) sebesar 3,2%, rasio efisiensi (BOPO) sebesar 68,1%, dan rasio return on asset (ROA) sebesar 1,2%.


Peluang dan Tantangan Saham Bank Syariah di Indonesia

Saham bank syariah di Indonesia memiliki peluang dan tantangan yang perlu diantisipasi oleh para investor. 

Peluangnya antara lain adalah:

  • Pertumbuhan pasar: Bank syariah di Indonesia memiliki potensi pasar yang besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, yaitu sekitar 230 juta jiwa, atau 87% dari total penduduk Indonesia. Selain itu, kesadaran dan preferensi masyarakat Indonesia terhadap produk dan jasa keuangan syariah juga meningkat, seiring dengan peningkatan pendidikan, literasi, dan inklusi keuangan syariah. Menurut data dari OJK, jumlah nasabah bank syariah di Indonesia mencapai 28,8 juta pada akhir 2020, meningkat 19% dari tahun sebelumnya. Jumlah ini masih jauh di bawah jumlah nasabah bank konvensional, yang mencapai 194,4 juta pada akhir 2020, sehingga menunjukkan adanya ruang untuk pertumbuhan bank syariah di Indonesia.
  • Dukungan pemerintah: Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia, sebagai bagian dari upaya untuk mendorong perekonomian nasional yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan regulasi yang mendukung perkembangan bank syariah, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Bagi Hasil dalam Perbankan Syariah, Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum Syariah, dan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Penyelenggaraan Usaha Bank Syariah. Pemerintah Indonesia juga telah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), yang bertugas untuk merumuskan dan mengkoordinasikan kebijakan strategis pengembangan keuangan syariah di Indonesia.
  • Inovasi produk dan teknologi: Bank syariah di Indonesia terus berinovasi dalam mengembangkan produk dan jasa perbankan syariah yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi nasabah, serta mengikuti perkembangan zaman. Bank syariah di Indonesia telah menawarkan berbagai produk dan jasa perbankan syariah yang unik dan menarik, seperti tabungan haji, tabungan umrah, tabungan pendidikan, tabungan pensiun, tabungan emas, pembiayaan multiguna, pembiayaan properti, pembiayaan kendaraan, pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan lain-lain. Bank syariah di Indonesia juga telah memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan akses, kenyamanan, dan efisiensi layanan perbankan syariah, seperti mobile banking, internet banking, e-money, e-wallet, QR code, dan lain-lain.


Tantangan saham bank syariah di Indonesia antara lain adalah:

  • Persaingan pasar: Bank syariah di Indonesia menghadapi persaingan yang ketat, baik dari bank syariah lainnya, maupun dari bank konvensional yang juga menawarkan produk dan jasa keuangan syariah. Bank syariah di Indonesia harus mampu mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar, loyalitas nasabah, dan kinerja keuangan, dengan cara menawarkan produk dan jasa perbankan syariah yang berkualitas, kompetitif, dan berdiferensiasi. Bank syariah di Indonesia juga harus mampu mengatasi tantangan-tantangan operasional, seperti biaya operasional, manajemen risiko, sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi.
  • Persepsi masyarakat: Bank syariah di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal persepsi masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan syariah. Beberapa masyarakat Indonesia masih memiliki pemahaman yang kurang atau salah mengenai konsep dan mekanisme perbankan syariah, sehingga menganggap bahwa bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional, atau bahkan lebih mahal, lebih rumit, dan lebih berisiko. Beberapa masyarakat Indonesia juga masih memiliki kepercayaan yang rendah terhadap bank syariah, karena adanya kasus-kasus penyalahgunaan dana, penipuan, atau kegagalan bank syariah di masa lalu. Bank syariah di Indonesia harus mampu mengubah persepsi masyarakat tersebut, dengan cara meningkatkan edukasi, sosialisasi, dan promosi mengenai produk dan jasa keuangan syariah, serta menunjukkan kredibilitas, transparansi, dan akuntabilitas bank syariah.
  • Regulasi dan standar: Bank syariah di Indonesia harus mematuhi regulasi dan standar yang berlaku, baik yang bersifat nasional maupun internasional, dalam menjalankan usahanya. Regulasi dan standar tersebut meliputi aspek-aspek seperti perizinan, permodalan, pengawasan, pelaporan, audit, pajak, dan lain-lain. Bank syariah di Indonesia harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan regulasi dan standar yang terjadi, serta mengatasi tantangan-tantangan yang timbul, seperti ketidaksesuaian, ketidakkonsistenan, atau ketidakteraturan regulasi dan standar yang berlaku. Bank syariah di Indonesia juga harus mampu bersinergi dengan lembaga-lembaga terkait, seperti OJK, KNKS, Dewan Syariah Nasional (DSN), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan lain-lain, dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi bank syariah.


Kesimpulan

Saham bank syariah di Indonesia merupakan instrumen investasi yang menarik bagi para investor yang ingin mendapatkan keuntungan sekaligus berkontribusi pada perekonomian syariah. Bank syariah di Indonesia memiliki peluang yang besar, seiring dengan pertumbuhan pasar, dukungan pemerintah, dan inovasi produk dan teknologi. Namun, bank syariah di Indonesia juga menghadapi tantangan yang tidak ringan, seperti persaingan pasar, persepsi masyarakat, dan regulasi dan standar. Saham BRIS merupakan saham bank syariah terbaik di BEI, berdasarkan indikator-indikator fundamental. Investor harus mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk berinvestasi di saham bank syariah di Indonesia.

Komentar