Langsung ke konten utama

Cara Trading Saham Low Caps di IHSG

Sebelum membahas lebih dalam, kita pahami dulu apa itu trading?. Trading adalah kegiatan jual beli aset finansial dalam jangka pendek dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual. Kita pahami juga pengertian seperti saham low caps, karena beberapa orang yang nyemplung di saham belum tentu paham apa itu saham low caps.


Saham low caps adalah saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar rendah, biasanya di bawah Rp 1 triliun. Saham-saham ini cenderung lebih volatil, berisiko, dan kurang likuid daripada saham-saham big caps atau mid caps. Namun, saham-saham low caps juga memiliki potensi keuntungan yang tinggi, jika kita bisa menemukan saham-saham yang berkualitas dan membelinya pada harga yang tepat.


Trading saham adalah aktivitas jual beli saham dalam jangka pendek, biasanya dalam hitungan hari, jam, atau bahkan menit. Tujuan trading saham adalah untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual saham. Trading saham membutuhkan analisis teknikal, manajemen risiko, dan disiplin yang baik.


Trading saham low caps di IHSG bisa menjadi salah satu strategi trading yang menarik, karena saham-saham low caps sering mengalami pergerakan harga yang signifikan dalam waktu singkat. Namun, trading saham low caps juga memiliki tantangan dan resiko yang harus diwaspadai. Berikut adalah beberapa tips dan langkah-langkah yang bisa Anda ikuti untuk trading saham low caps di IHSG.


Macam-macam Kelompok Kapitalisasi Saham

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang saham low caps, kita perlu memahami dulu apa itu saham big caps, mid caps, dan low caps. Saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kapitalisasi pasar, yaitu:

  • Saham big caps: saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar besar, biasanya di atas Rp 100 triliun. Saham-saham ini umumnya merupakan saham-saham unggulan, yang memiliki kinerja keuangan yang stabil, reputasi yang baik, dan likuiditas yang tinggi. Contoh saham big caps adalah Bank BCA (BBCA), Telkom (TLKM), Unilever (UNVR), dan Astra International (ASII).
  • Saham mid caps: saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar menengah, biasanya antara Rp 10 triliun hingga Rp 100 triliun. Saham-saham ini umumnya merupakan saham-saham yang sedang berkembang, yang memiliki prospek pertumbuhan yang baik, namun masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Contoh saham mid caps adalah Bank Mandiri (BMRI), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), United Tractors (UNTR), dan Waskita Karya (WSKT).
  • Saham low caps: saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar rendah, biasanya di bawah Rp 10 triliun. Saham-saham ini umumnya merupakan saham-saham yang kurang dikenal, yang memiliki kinerja keuangan yang tidak stabil, reputasi yang buruk, dan likuiditas yang rendah. Contoh saham low caps adalah Bank Bukopin (BBKP), Elnusa (ELSA), Indika Energy (INDY), dan Bumi Resources (BUMI).


Mengapa Trading Saham di Low Caps

Trading saham di low caps memiliki beberapa alasan, antara lain:

  • Potensi keuntungan yang tinggi: saham-saham low caps sering mengalami kenaikan harga yang tajam dalam waktu singkat, karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti berita, rumor, sentimen, atau spekulasi. Jika kita bisa membeli saham-saham low caps pada harga yang murah, dan menjualnya pada harga yang tinggi, kita bisa mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat.
  • Tantangan dan keseruan: trading saham low caps juga menawarkan tantangan dan keseruan tersendiri, karena kita harus mampu menganalisis pergerakan harga saham, mengantisipasi faktor-faktor yang mempengaruhi saham, dan mengambil keputusan yang tepat dalam waktu yang singkat. Trading saham low caps juga bisa menjadi ajang untuk menguji kemampuan dan mental kita sebagai trader.
  • Peluang yang banyak: saham-saham low caps memiliki jumlah yang banyak, sehingga kita bisa memiliki banyak pilihan untuk trading. Kita juga bisa memanfaatkan berbagai informasi dan sumber yang tersedia, seperti forum, media sosial, analis, atau rekomendasi saham, untuk mencari saham-saham low caps yang potensial.


Lakukan Screening Saham Low Caps

Salah satu cara untuk mencari saham-saham low caps yang potensial untuk trading adalah dengan melakukan screening saham. Screening saham adalah proses penyaringan saham berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti harga, volume, indikator, atau pola. Screening saham bisa dilakukan dengan menggunakan platform analisis teknikal, seperti ChartNexus, Stockchart, TradingView, atau lainnya.


Salah satu kriteria yang bisa kita gunakan untuk screening saham low caps adalah volume breakout tinggi. Volume breakout tinggi adalah kondisi di mana volume perdagangan saham meningkat secara signifikan, melebihi rata-rata volume sebelumnya. Volume breakout tinggi bisa menjadi salah satu pertanda akumulasi oleh big money, yaitu investor atau institusi besar yang membeli saham dalam jumlah besar.


Volume breakout tinggi juga bisa menjadi indikasi adanya perubahan tren, momentum, atau minat pasar terhadap saham tersebut. Jika volume breakout tinggi terjadi bersamaan dengan kenaikan harga saham, maka itu bisa menjadi sinyal bullish, yaitu sinyal untuk membeli saham. Sebaliknya, jika volume breakout tinggi terjadi bersamaan dengan penurunan harga saham, maka itu bisa menjadi sinyal bearish, yaitu sinyal untuk menjual saham.


Untuk melakukan screening saham low caps yang sebelumnya memiliki volume breakout tinggi, kita bisa mengikuti langkah-langkah berikut:

  • Buka platform analisis teknikal yang Anda gunakan, dan pilih menu screening saham.
  • Masukkan kriteria saham low caps, misalnya kapitalisasi pasar di bawah Rp 10 triliun, atau harga saham di bawah Rp 1.000.
  • Masukkan kriteria volume breakout tinggi, misalnya volume perdagangan saham hari ini lebih besar dari rata-rata volume 20 hari terakhir, atau volume perdagangan saham hari ini lebih besar dari dua kali rata-rata volume 20 hari terakhir.
  • Jalankan screening saham, dan lihat daftar saham yang muncul. Anda bisa memilih saham-saham yang menarik perhatian Anda, dan melihat grafiknya secara lebih detail.


Perhatikan Pattern Bullish yang Terbentuk

Setelah kita mendapatkan daftar saham low caps yang sebelumnya memiliki volume breakout tinggi, kita perlu memperhatikan pattern bullish yang dibentuk oleh saham-saham tersebut. Pattern bullish adalah pola-pola grafik yang menunjukkan kemungkinan kenaikan harga saham di masa depan. Pattern bullish bisa berupa continuation pattern, yaitu pola yang menunjukkan kelanjutan tren naik, atau reversal pattern, yaitu pola yang menunjukkan pembalikan tren turun.


Beberapa contoh pattern bullish yang sering muncul di saham low caps adalah:

  • Cup and handle: pola yang berbentuk seperti cangkir dengan pegangan, yang menunjukkan konsolidasi harga sebelum melanjutkan tren naik.
  • Double bottom: pola yang berbentuk seperti huruf W, yang menunjukkan pembentukan level support dua kali di harga yang sama, sebelum harga naik kembali.
  • Flag: pola yang berbentuk seperti bendera, yang menunjukkan koreksi harga setelah kenaikan yang tajam, sebelum harga naik kembali.
  • Triangle: pola yang berbentuk seperti segitiga, yang menunjukkan penyempitan range harga, sebelum harga breakout ke arah tren sebelumnya.


Tentukan Titik Entry dan Exit Sesuai Plan

Untuk menentukan titik entry dan exit, kita perlu memperhatikan level-level support dan resistance yang ada di grafik saham. Support adalah level harga di mana permintaan saham lebih besar dari penawaran, sehingga harga cenderung berhenti turun dan berbalik naik. Resistance adalah level harga di mana penawaran saham lebih besar dari permintaan, sehingga harga cenderung berhenti naik dan berbalik turun.


Titik entry adalah titik di mana kita membeli saham, dengan harapan harga saham akan naik. Titik exit adalah titik di mana kita menjual saham, dengan harapan harga saham tidak akan naik lagi, atau bahkan turun. Titik entry dan exit bisa ditentukan berdasarkan pattern bullish yang dibentuk oleh saham, atau berdasarkan plan masing-masing trader.


Beberapa contoh cara menentukan titik entry dan exit adalah:

  1. Menggunakan neckline cup and handle: neckline adalah garis horizontal yang menghubungkan titik tertinggi dari cup and handle. Titik entry bisa ditentukan ketika harga saham menembus neckline ke atas, dengan volume yang tinggi. Titik exit bisa ditentukan dengan menggunakan target profit, yaitu selisih antara titik terendah cup dan neckline, yang ditambahkan ke neckline. Misalnya, jika titik terendah cup adalah Rp 100, dan neckline adalah Rp 150, maka target profit adalah Rp 200 (Rp 150 + Rp 50).
  2. Menggunakan level support double bottom: level support adalah garis horizontal yang menghubungkan titik terendah dari double bottom. Titik entry bisa ditentukan ketika harga saham menembus level support ke atas, dengan volume yang tinggi. Titik exit bisa ditentukan dengan menggunakan target profit, yaitu selisih antara level support dan titik tertinggi di antara dua bottom, yang ditambahkan ke level support. Misalnya, jika level support adalah Rp 100, dan titik tertinggi di antara dua bottom adalah Rp 150, maka target profit adalah Rp 200 (Rp 100 + Rp 100).
  3. Menggunakan upper flagpole flag: upper flagpole adalah garis vertikal yang menghubungkan titik terendah dan tertinggi dari kenaikan harga sebelum terbentuk flag. Titik entry bisa ditentukan ketika harga saham menembus upper flagpole ke atas, dengan volume yang tinggi. Titik exit bisa ditentukan dengan menggunakan target profit, yaitu panjang upper flagpole, yang ditambahkan ke titik tembus. Misalnya, jika panjang upper flagpole adalah Rp 50, dan titik tembus adalah Rp 200, maka target profit adalah Rp 250 (Rp 200 + Rp 50).
  4. Menggunakan breakout point triangle: breakout point adalah titik di mana harga saham menembus salah satu sisi dari triangle, baik ke atas atau ke bawah. Titik entry bisa ditentukan ketika harga saham menembus sisi atas triangle, dengan volume yang tinggi. Titik exit bisa ditentukan dengan menggunakan target profit, yaitu selisih antara titik tertinggi dan terendah triangle, yang ditambahkan ke titik tembus. Misalnya, jika titik tertinggi triangle adalah Rp 200, dan titik terendah triangle adalah Rp 150, dan titik tembus adalah Rp 190, maka target profit adalah Rp 240 (Rp 190 + Rp 50).


Bisa gunakan rule 2% dalam trading agar terhindar dari nyangkut saham downtrend

Salah satu hal yang penting dalam trading saham adalah manajemen risiko. Manajemen risiko adalah cara untuk mengendalikan kerugian yang mungkin terjadi akibat pergerakan harga saham yang tidak sesuai dengan harapan kita. Salah satu cara untuk melakukan manajemen risiko adalah dengan menggunakan rule 2%.


Rule 2% adalah aturan yang menyatakan bahwa kita tidak boleh merugi lebih dari 2% dari modal trading kita dalam satu transaksi. Dengan menggunakan rule 2%, kita bisa menghindari kerugian yang besar, yang bisa mengurangi modal trading kita secara signifikan. Rule 2% juga bisa membantu kita untuk terhindar dari nyangkut saham downtrend, yaitu kondisi di mana kita terjebak memegang saham yang terus turun harganya, tanpa ada tanda-tanda kenaikan.


Untuk menggunakan rule 2%, kita perlu menentukan stop loss, yaitu titik di mana kita akan menjual saham jika harga saham turun di bawah titik tersebut. Stop loss bisa ditentukan berdasarkan level-level support dan resistance yang ada di grafik saham, atau berdasarkan plan masing-masing trader.


Beberapa contoh cara menentukan stop loss dengan menggunakan rule 2% adalah:

  1. Menggunakan level support cup and handle: level support adalah garis horizontal yang menghubungkan titik terendah dari cup and handle. Stop loss bisa ditentukan di bawah level support, dengan jarak yang sesuai dengan rule 2%. Misalnya, jika modal trading kita adalah Rp 10 juta, dan kita membeli saham seharga Rp 200 per saham, maka kita bisa membeli 50.000 saham. Jika level support adalah Rp 180, maka stop loss bisa ditentukan di Rp 176, dengan asumsi biaya transaksi adalah Rp 4 per saham. Dengan demikian, jika harga saham turun ke Rp 176, kita akan menjual saham dan merugi Rp 200.000, atau 2% dari modal trading kita.
  2. Menggunakan level resistance double bottom: level resistance adalah garis horizontal yang menghubungkan titik tertinggi di antara dua bottom. Stop loss bisa ditentukan di bawah level resistance, dengan jarak yang sesuai dengan rule 2%. Misalnya, jika modal trading kita adalah Rp 10 juta, dan kita membeli saham seharga Rp 100 per saham, maka kita bisa membeli 100.000 saham. Jika level resistance adalah Rp 120, maka stop loss bisa ditentukan di Rp 116, dengan asumsi biaya transaksi adalah Rp 4 per saham. Dengan demikian, jika harga saham turun ke Rp 116, kita akan menjual saham dan merugi Rp 200.000, atau 2% dari modal trading kita.
  3. Menggunakan lower flagpole flag: lower flagpole adalah garis vertikal yang menghubungkan titik tertinggi dan terendah dari penurunan harga sebelum terbentuk flag. Stop loss bisa ditentukan di bawah lower flagpole, dengan jarak yang sesuai dengan rule 2%. Misalnya, jika modal trading kita adalah Rp 10 juta, dan kita membeli saham seharga Rp 250 per saham, maka kita bisa membeli 40.000 saham. Jika lower flagpole adalah Rp 200, maka stop loss bisa ditentukan di Rp 196, dengan asumsi biaya transaksi adalah Rp 4 per saham. Dengan demikian, jika harga saham turun ke Rp 196, kita akan menjual saham dan merugi Rp 200.000, atau 2% dari modal trading kita.
  4. Menggunakan breakout point triangle: breakout point adalah titik di mana harga saham menembus salah satu sisi dari triangle, baik ke atas atau ke bawah. Stop loss bisa ditentukan di bawah breakout point, dengan jarak yang sesuai dengan rule 2%. Misalnya, jika modal trading kita adalah Rp 10 juta, dan kita membeli saham seharga Rp 190 per saham, maka kita bisa membeli 52.631 saham. Jika breakout point adalah Rp 180, maka stop loss bisa ditentukan di Rp 176, dengan asumsi biaya transaksi adalah Rp 4 per saham. Dengan demikian, jika harga saham turun ke Rp 176, kita akan menjual saham dan merugi Rp 200.000, atau 2% dari modal trading kita.


Kesimpulan

Trading saham low caps di IHSG bisa menjadi salah satu strategi trading yang menarik, karena saham-saham low caps sering mengalami pergerakan harga yang signifikan dalam waktu singkat. Namun, trading saham low caps juga memiliki tantangan dan resiko yang harus diwaspadai. Untuk trading saham low caps di IHSG, kita perlu melakukan beberapa langkah, antara lain:

  • Lakukan screening saham low caps yang sebelumnya memiliki volume breakout tinggi, sebagai salah satu pertanda akumulasi oleh big money.
  • Perhatikan pattern bullish yang dibentuk oleh saham-saham low caps, sebagai salah satu indikasi kenaikan harga saham di masa depan.
  • Tentukan titik entry dan exit sesuai plan masing-masing, dengan memperhatikan level-level support dan resistance yang ada di grafik saham.
  • Bisa gunakan rule 2% dalam trading agar terhindar dari nyangkut saham downtrend, yaitu kondisi di mana kita terjebak memegang saham yang terus turun harganya, tanpa ada tanda-tanda kenaikan.


Demikianlah artikel yang saya buat tentang cara trading saham low caps di IHSG. Saya harap artikel ini bisa memberikan Anda wawasan dan inspirasi untuk trading saham low caps. Namun, perlu diingat bahwa trading saham low caps juga memiliki resiko yang tinggi, sehingga Anda harus selalu berhati-hati, bersabar, dan disiplin dalam trading. Selamat mencoba, dan semoga sukses! 

Komentar