Langsung ke konten utama

Harga Oil Terus Turun, Saham Oil Jatuh Semua: Apa Penyebab dan Dampaknya?

Oil atau minyak bumi adalah salah satu sumber energi terpenting di dunia. Oil digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari bahan bakar kendaraan, pembangkit listrik, industri kimia, hingga produk kesehatan dan kecantikan. Menurut laporan IEA, konsumsi oil global pada tahun 2020 mencapai 91,2 juta barel per hari (mb/d), sedangkan produksi oil global mencapai 91,5 mb/d. Konsumsi oil global diproyeksikan akan meningkat menjadi 104,1 mb/d pada tahun 2026.


Namun, harga oil di pasar internasional mengalami fluktuasi yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020, harga oil anjlok hingga di bawah nol dolar AS per barel untuk pertama kalinya dalam sejarah, akibat pandemi Covid-19 yang menurunkan permintaan oil secara drastis. Pada tahun 2021, harga oil sempat naik hingga hampir 100 dolar AS per barel, didorong oleh pemulihan ekonomi global, pembatasan produksi oleh OPEC+, dan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina serta di Timur Tengah. Namun, pada awal tahun 2022, harga oil kembali turun tajam, mencapai sekitar 60 dolar AS per barel, dipicu oleh penyebaran varian Omikron yang memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan permintaan oil.


Harga oil yang terus turun ini berdampak negatif bagi saham-saham perusahaan oil di seluruh dunia. Menurut data Bloomberg, indeks saham oil global (Bloomberg World Oil & Gas Index) turun sekitar 20% sejak awal tahun 2022 hingga akhir Januari 2022. Saham-saham oil terbesar di dunia, seperti ExxonMobil, Chevron, Shell, BP, Total, dan Saudi Aramco, juga mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan saham oil ini tidak hanya merugikan para investor, tetapi juga mengancam pendapatan dan investasi negara-negara penghasil oil, seperti Arab Saudi, Rusia, Iran, Irak, Nigeria, Venezuela, dan lainnya.


Apa yang menyebabkan harga oil terus turun dan bagaimana korelasinya dengan harga saham oil? Apakah saham sektor oil masih relevan mengingat energi baru terbarukan yang kian gencar di suntik uang investor demi zero emisi? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga oil dan dampaknya terhadap saham oil, serta prospek masa depan oil dalam konteks transisi energi menuju net zero.


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Oil

Harga oil di pasar internasional dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat fundamental maupun spekulatif. Faktor-faktor fundamental meliputi:

  • Permintaan dan penawaran oil. Permintaan oil dipengaruhi oleh tingkat aktivitas ekonomi, pola konsumsi, efisiensi energi, dan preferensi konsumen. Penawaran oil dipengaruhi oleh kapasitas produksi, biaya produksi, kebijakan pemerintah, dan kondisi geopolitik. Secara umum, jika permintaan oil melebihi penawaran oil, harga oil akan naik, dan sebaliknya.
  • Persediaan oil. Persediaan oil adalah jumlah oil yang tersedia di pasar, baik yang disimpan di ladang oil, kilang oil, tangki penyimpanan, maupun kapal tanker. Persediaan oil berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengatasi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran oil. Jika persediaan oil berlimpah, harga oil akan turun, dan sebaliknya.
  • Kebijakan OPEC+. OPEC+ adalah kelompok negara-negara penghasil oil terbesar di dunia, yang terdiri dari anggota OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak) dan negara-negara non-OPEC yang bekerja sama dengan OPEC, seperti Rusia, Meksiko, Kazakhstan, dan lainnya. OPEC+ memiliki pengaruh besar terhadap harga oil, karena mengendalikan sekitar 40% dari produksi oil global. OPEC+ sering kali menetapkan target produksi bersama untuk menstabilkan harga oil sesuai dengan kepentingan anggotanya. Jika OPEC+ memangkas produksi, harga oil akan naik, dan sebaliknya.


Faktor-faktor spekulatif meliputi:

  • Ekspektasi pasar. Ekspektasi pasar adalah persepsi para pelaku pasar, seperti produsen, konsumen, pedagang, dan investor, terhadap kondisi dan prospek pasar oil di masa depan. Ekspektasi pasar dipengaruhi oleh berbagai informasi, indikator, rumor, dan sentimen yang beredar di pasar. Ekspektasi pasar dapat memperkuat atau melemahkan dampak faktor-faktor fundamental terhadap harga oil. Jika ekspektasi pasar bullish (optimis), harga oil akan naik, dan sebaliknya.
  • Spekulasi dan hedging. Spekulasi dan hedging adalah aktivitas perdagangan oil yang dilakukan oleh para pelaku pasar yang tidak terlibat langsung dalam produksi atau konsumsi oil, tetapi hanya berdasarkan harapan akan pergerakan harga oil di masa depan. Spekulasi dan hedging dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen derivatif, seperti kontrak berjangka (futures), kontrak opsi (options), dan kontrak swap. Spekulasi dan hedging dapat meningkatkan volatilitas harga oil, terutama jika terjadi perubahan besar atau tiba-tiba dalam ekspektasi pasar.


Dampak Harga Oil Terus Turun terhadap Saham Oil

Harga oil yang terus turun berdampak negatif terhadap saham oil, karena menurunkan pendapatan, laba, dan nilai perusahaan oil. Harga oil yang rendah membuat produksi oil menjadi tidak menguntungkan, terutama untuk ladang-ladang oil yang memiliki biaya produksi tinggi, seperti oil shale, oil sands, dan deepwater oil. Hal ini mengakibatkan penurunan investasi, penutupan ladang oil, pemutusan hubungan kerja, dan bahkan kebangkrutan bagi beberapa perusahaan oil. Harga oil yang rendah juga mengurangi daya tarik saham oil sebagai instrumen investasi, karena menurunkan imbal hasil (return) dan meningkatkan risiko (risk) bagi para investor.


Korelasi antara harga oil dan saham oil menunjukkan bahwa harga oil dan saham oil bergerak searah, yaitu naik dan turun bersama-sama. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif yang kuat antara harga oil dan saham oil. Nilai korelasi antara harga oil dan saham oil sejak tahun 2016 hingga Januari 2022 adalah sebesar 0,87, yang berarti sangat tinggi. Nilai korelasi berkisar antara -1 hingga 1, di mana nilai -1 menunjukkan korelasi negatif sempurna, nilai 0 menunjukkan tidak ada korelasi, dan nilai 1 menunjukkan korelasi positif sempurna.


Prospek Masa Depan Oil dalam Konteks Transisi Energi Menuju Net Zero

Harga oil yang terus turun tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek, seperti pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik, tetapi juga oleh faktor-faktor jangka panjang, seperti transisi energi menuju net zero. Transisi energi menuju net zero adalah perubahan paradigma dalam sistem energi global, yang bertujuan untuk mencapai emisi gas rumah kaca (GRK) bersih nol pada akhir abad ini. Hal ini dilakukan dengan mengurangi konsumsi dan produksi energi fosil, seperti oil, gas, dan batubara, dan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan, seperti surya, angin, hidro, bioenergi, dan nuklir.


Transisi energi menuju net zero didorong oleh berbagai faktor, antara lain:

  • Kesadaran akan dampak perubahan iklim. Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer, yang mengakibatkan kenaikan suhu rata-rata bumi, perubahan pola cuaca, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam, dan gangguan terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Oil merupakan salah satu sumber GRK terbesar, dengan emisi sekitar 36,3 gigaton CO2 setara pada tahun 2020, atau sekitar 34% dari total emisi GRK global. Oleh karena itu, mengurangi konsumsi dan produksi oil merupakan salah satu langkah penting untuk mengatasi perubahan iklim.
  • Komitmen politik dan sosial. Berbagai negara, organisasi, perusahaan, dan masyarakat telah menyatakan komitmen mereka untuk mencapai net zero dalam kurun waktu tertentu, sebagai bagian dari upaya global untuk memenuhi target Perjanjian Paris 2015, yaitu membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C, idealnya 1,5°C, dibandingkan dengan tingkat pra-industri. Menurut laporan UNEP, sekitar 131 negara, yang mencakup 73% dari emisi GRK global, telah menetapkan atau berencana menetapkan target net zero pada tahun 2020. Selain itu, sekitar 1.100 perusahaan, 452 kota, 22 wilayah, dan 549 universitas juga telah berkomitmen untuk net zero.
  • Inovasi teknologi dan ekonomi. Teknologi dan ekonomi energi baru terbarukan telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir, sehingga menawarkan alternatif yang lebih bersih, murah, dan efisien daripada energi fosil. Menurut laporan IRENA, biaya rata-rata levelized cost of electricity (LCOE) untuk energi surya fotovoltaik telah turun sekitar 82% sejak tahun 2010, sedangkan untuk energi angin onshore telah turun sekitar 39%. Pada tahun 2020, sekitar 62% dari total kapasitas pembangkit listrik baru yang ditambahkan di dunia berasal dari energi baru terbarukan. Selain itu, teknologi penyimpanan energi, seperti baterai dan hidrogen, juga berkembang pesat, sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas dan integrasi energi baru terbarukan dalam sistem energi.


Transisi energi menuju net zero memiliki implikasi besar bagi masa depan oil, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Dari sisi permintaan, transisi energi menuju net zero akan menurunkan permintaan oil secara signifikan, terutama di sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik, yang merupakan sektor-sektor utama pengguna oil. Menurut laporan IEA, dalam skenario net zero pada tahun 2050, permintaan oil global akan turun dari 91,2 mb/d pada tahun 2020 menjadi 24 mb/d pada tahun 2050, atau penurunan sekitar 74%. Penurunan permintaan oil ini akan didorong oleh peningkatan efisiensi energi, elektrifikasi kendaraan, penggunaan bahan bakar alternatif, seperti biofuel dan hidrogen, dan perubahan perilaku konsumen.


Dari sisi penawaran, transisi energi menuju net zero akan mengubah struktur dan dinamika pasar oil, dengan mengurangi peran produsen oil konvensional, seperti OPEC+, dan meningkatkan peran produsen oil non-konvensional, seperti Amerika Serikat dan Kanada. Hal ini disebabkan oleh perbedaan biaya produksi, cadangan, dan fleksibilitas antara produsen oil konvensional dan non-konvensional. Menurut laporan IEA, dalam skenario net zero pada tahun 2050, produksi oil global akan turun dari 91,5 mb/d pada tahun 2020 menjadi 24 mb/d pada tahun 2050, atau penurunan sekitar 74%. Namun, proporsi produksi oil non-konvensional akan meningkat dari 15% pada tahun 2020 menjadi 52% pada tahun 2050, sedangkan proporsi produksi oil konvensional akan menurun dari 85% pada tahun 2020 menjadi 48% pada tahun 2050.


Transisi energi menuju net zero juga akan mempengaruhi prospek dan relevansi saham oil di pasar keuangan. Saham oil akan menghadapi tantangan yang semakin besar, baik dari sisi kinerja keuangan, risiko operasional, maupun tekanan sosial. Kinerja keuangan saham oil akan menurun seiring dengan menurunnya pendapatan, laba, dan nilai perusahaan oil akibat penurunan harga dan permintaan oil. Risiko operasional saham oil akan meningkat seiring dengan meningkatnya ketidakpastian dan volatilitas pasar oil, serta potensi konflik dan sanksi terkait dengan produksi dan perdagangan oil. Tekanan sosial saham oil akan meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat, investor, dan regulator terhadap tanggung jawab lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) perusahaan oil, serta transparansi dan akuntabilitas laporan emisi GRK.


Oleh karena itu, saham oil harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam pasar oil dan sistem energi global, dengan melakukan transformasi bisnis dan strategi yang sesuai dengan tujuan net zero. 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh saham oil antara lain:

  1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi oil, dengan mengoptimalkan biaya, teknologi, dan manajemen risiko.
  2. Melakukan diversifikasi portofolio dan sumber pendapatan, dengan mengembangkan bisnis di sektor energi baru terbarukan, penyimpanan energi, dan bahan bakar rendah karbon, seperti biofuel dan hidrogen.
  3. Melakukan transisi dari produsen oil menjadi penyedia solusi energi terintegrasi, dengan menawarkan layanan dan produk yang lebih beragam, fleksibel, dan berkelanjutan kepada pelanggan.
  4. Meningkatkan komitmen dan kinerja ESG, dengan menetapkan target emisi GRK yang ambisius dan kredibel, mengimplementasikan praktik bisnis yang bertanggung jawab dan beretika, dan meningkatkan keterlibatan dan komunikasi dengan pemangku kepentingan.


Kesimpulan

Harga oil terus turun dan saham oil jatuh semua adalah fenomena yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat fundamental maupun spekulatif. Faktor-faktor fundamental meliputi permintaan dan penawaran oil, persediaan oil, dan kebijakan OPEC+. Faktor-faktor spekulatif meliputi ekspektasi pasar, spekulasi dan hedging. Harga oil yang terus turun berdampak negatif terhadap saham oil, karena menurunkan pendapatan, laba, dan nilai perusahaan oil. Harga oil dan saham oil memiliki korelasi positif yang kuat, yang berarti bergerak searah.

Harga oil yang terus turun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka panjang, seperti transisi energi menuju net zero. Transisi energi menuju net zero adalah perubahan paradigma dalam sistem energi global, yang bertujuan untuk mencapai emisi GRK bersih nol pada akhir abad ini. Transisi energi menuju net zero didorong oleh kesadaran akan dampak perubahan iklim, komitmen politik dan sosial, dan inovasi teknologi dan ekonomi. Transisi energi menuju net zero memiliki implikasi besar bagi masa depan oil, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Saham oil harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam pasar oil dan sistem energi global, dengan melakukan transformasi bisnis dan strategi yang sesuai dengan tujuan net zero.

Demikian artikel yang saya buat tentang harga oil terus turun dan saham oil jatuh semua. Semoga artikel ini bermanfaat dan informatif bagi Anda. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.

Komentar